Toleransi Pancasila

A : Toleransi
B : Hasrat
C : Pancasila
D : Abdurrahman Wahid

Pokok pikiran
1. Perbedaan hasrat keinginan dalam bermasyarakat.
2. Etika dan norma mempermudah dalam bertindak.
3. Bapak perdamaian dan toleransi di Indonesia.
4. Pancasila pemersatu Bangsa.
5. Warga Negara Indonesia dan dasar negara.
6. Empati, simpati, toleransi.
7. Gus Dur sebagai guru pengamal toleransi sesuai pancasila.



     Setiap orang tentunya memiliki keinginan serta kepentingan yang berbeda-beda. Contoh kecilnya saja saat kita berada di jalan raya. Banyak orang yang kemudian menunjukkan egosentris dengan tidak mau mengalah saat di lampu lalu lintas, tidak mau bersabar, dan tidak sedikit yang kemudian menerobos. Alhasil laka lantas pun sering terjadi. Sesuai jargon dari Polantas "Awal dari kecelakaan adalah pelanggaran." Tentunya hal-hal intolerir inilah yang menjadi bukti bagaimana sikap seseorang dalam kehidupan bersosial, bermasyarakat, bernegara.

     Manusia merupakan makhluk paling sempurna karena diberi akal dan pikiran yang seharusnya membuat seseorang paham akan etika dan norma yang berlaku. Apalagi negara Indonesia kita ini adalah negara hukum yang mengatur segala aspek kehidupan warganya. Hal ini tentu akan mempermudah WNI dalam berkehidupan. Kita harus paham 2 posisi sebagai makhluk yaitu sosial dan individual, karena etika pada keduanya jelas berbeda. Ada nilai yang harus dilakukan oleh makhluk sosial yaitu sikap toleransi pada lingkungan sekitarnya.

     Toleransi mulanya ramai diperdebatkan di Indonesia saat masa kepresidenan RI ke 4 (1999-2001) Alm. Abdurrahman Wahid. Beliau lebih dikenal dengan nama Gus Dur dan disebut sebagai bapak perdamaian dan toleransi Indonesia. Pemberian sebutan ini melalui sejarah panjang. Bahkan pada masanya, banyak kebijakan beliau yang justru dianggap dapat memecah belah NKRI. Bagaimana tidak? Sosok ini dengan lantang melindungi kaum minoritas yang menganut agama/kepercayaan di luar kelompok agama mayoritas. Menurut beliau, perbedaan dalam kesatuan bangsa Indonesia merupakan suatu berkah Than yang harus dijaga dan dilestarikan.

     Beruntunglah kita yang tinggal di bumi pertiwi Tanah Air Indonesia. Di mana negara kita memiliki landasaan idiil Pancasila yang kokoh dan senantiasa mengingatkan kita bahwa apapun perbedaan kita, kita harus tetap ingat bahwa kita satu. Hasrat dan keinginan yang kita miliki sejatinya perlu dimaknai mendalam agar kita bisa menghargai orang lain tanpa melihat perbedaan yang ada. Tidak semua hasrat kita bisa terpenuhi karena jika itu terjadi, akan ada hak orang lain yang terenggut. Sudah sepantasnya ilmu pengetahuan yang kita miliki terutama terkait Pancasila dapat diamalkan sesuai 5 butir didalamnya.

     Namun kini, banyak warga negara yang mulai melupakan dasar-dasar negara. Secara harfiah, Pancasila dijadikan pedoman oleh setiap warga negara dan pedoman peraturan perundang-undangan. Maka dari itu, Gus Dur begitu gencar menyemarakkan persatuan tanpa memandang suku, etnis, agama, ataupun kepentingan segelintir orang saja pada masanya. Beliau telah mengajarkan pada kita semua betapa pentingnya sikap toleransi.

     Jika dalam kehidupan tak ada toleransi dan semua berjalan sesuai kehendak masing-masing, bisa dibayangkan bagaimana jadinya negara ini. Setiap individu harus bisa menyesuaikan kehendak saat di lingkungan sosial. Hal ini menunjukkan rasa empati, simpati, dan bentuk rasa menghargai ke pada orang lain. Toleransi bisa dimaknai secara luas. Toleransi tidak hanya terbatas malam aspek kehidupan beragama yang justru sering disalahgunakan akhir-akhir ini untuk menyerang orang yang kritis terhadap fenomena radikalisme dan esktremisme berbasis agama.

     Pancasila dan UUD telah menjadi sunber makan toleransi dari hasil kesepakatan berbagai agama dan etnis. Kenyataannya dapat kita ingat kembali pada m.asa Gus Dur menjabat. Agama Konghucu bisa berkembang tanpa adanya kekangan. Tak ada lagi sekat hukum antara pribumi non pribumi. Gus Dur juga melindungi kaum Ahmadyah yang tak diberi ruang berkembang oleh sekelompok orang. Bukan asal menerapkan, Gus Dur melakukan atas dasar pengetahuan serta pemaknaan mendalam sesuai Surat Al-Kafirun dalam Al-Qur'an, "Bagimu agamamu, bagi ku agamaku." Jadi Islam yang notabene agama mayoritas pun sebenarnya menghargai pluralisme.

    Oleh karenanya, sudah selayaknya masyarakat Indonesia terutama generasi muda penerus Bangsa bisa meneladani sosok Gus Dur dan berjiwa besar malam menghadapi perbedaan. Keberagaman tidak akan memecah persatuan, tetapi justru dapat menjadi kekuatan terbesar negara Indonesia Tanah Air tercinta.

Komentar

Postingan Populer